SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI

DT
0

Penyelenggaraan sistem pembayaran nontunai oleh Bank Indonesia dilakukan dengan dua cara yakni; Pertama, transaksi yang bernilai besar (high value) diselenggarakan dengan menggunakan perangkat Bank Indonesia Real Times Gross Settlement (BI-RTGS) dan Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS); Kedua, transaksi yang bernilai kecil (retail value) diselenggarakan dengan menggunakan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).

  1. Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)
    Transaksi pembayaran bernilai besar merupakan urat nadi sistem pembayaran suatu negara. Berjalannya kegiatan pasar uang dan pasar modal yang aman dan efisien bergantung kepada kelancaran sistem pembayaran yang bernilai besar. Sistem pembayaran bernilai besar yang digunakan oleh banyak negara termasuk Indonesia adalah Real Time Gross Settlement (RTGS).

    Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi. Sistem BI-RTGS pertama kali digunakan pada tanggal 17 November 2000. Sistem BI-RTGS mampu menjadi sumber informasi yang sangat bermanfaat, baik dalam rangka pengawasan bank maupun pelaksanaan kebijakan moneter. Pengembangan sistem BI-RTGS antara lain bertujuan:

    • Menyediakan sarana transfer dana antarbank yang lebih cepat, efisien, andal, dan aman kepada bank dan nasabahnya.
    • Memberikan kepastian setelmen dan penatausahaan dapat diperoleh dengan segera.
    • Memberikan kepastian setelmen dan penatausahaan dapat diperoleh dengan segera.
    • Meningkatkan disiplin dan profesionalisme bank dalam mengelola likuiditasnya.
    • Mengurangi risiko-risiko setelmen dan penatausahaan.

    Tersedianya sistem BI-RTGS dapat mendorong bank untuk menjalankan manajemen likuiditas secara lebih baik. Dengan sistem setelmen/penatausahaan yang didasarkan pada kecukupan saldo rekening bank di Bank Indonesia, risiko kemungkinan kegagalan salah satu bank dalam memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo dapat dihindari, sehingga tidak menimbulkan dampak sistemik terhadap bank lainnya. Dampak sistemik terjadi jika permasalahan yang terjadi dalam suatu bank mengakibatkan dampak buruk bagi bank lain yang memiliki keterkaitan usaha dengan bank tersebut. Contohnya jika bank X mengalami kepailitan usaha, maka bank Y, bank N, bank M dan bank- bank lainnya terhambat likuiditasnya sehubungan aktivitas usahanya memiliki keterkaitan dengan aktivitas usaha bank X yang mengalami masalah.

    Penyelenggara sistem BI-RTGS adalah Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI). Penyelenggara bertugas melakukan pengendalian sistem terhadap semua aktivitas kegiatan transfer dana yang dilakukan peserta, sedangkan peserta sistem BI-RTGS adalah seluruh bank umum di Indonesia. Lembaga-lembaga selain bank yang memiliki rekening giro di Bank Indonesia dapat menjadi peserta sistem BI-RTGS dengan persetujuan Bank Indonesia, untuk memperlancar sistem pembayaran nasional. Kantor Pusat Bank Indonesia dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri secara otomatis menjadi peserta sistem BI- RTGS. Secara sederhana, alur penyelenggaraan transaksi nontunai melalui BI-RTGS dapat dilihat dalam Bagan 5.3 sebagai berikut:

    BI-RTGS dapat membantu untuk melakukan cek saldo kecukupan pengirim. Jika cukup, dana langsung dipindahkan dari rekening peserta pengirim ke rekening peserta penerima. Jika tidak cukup, transaksi akan ditempatkan pada antrian dan tidak diproses sampai dananya mencukupi.


  2. Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS)
    Selain sistem BI-RTGS, Bank Indonesia memiliki sebuah sarana khusus untuk mencatat dan menatausahakan transaksi surat berharga secara elektronik yang dikenal dengan Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS). BI-SSSS adalah sarana transaksi Bank Indonesia untuk setelmen dan penatausahaan surat berharga secara elektronik yang terhubung langsung antara peserta, penyelenggara, dan sistem BI-RTGS.

    Penatausahaan surat berharga meliputi kegiatan pencatatan kepemilikan, melakukan kliring dan setelmen serta pembayaran bunga atau imbalan dan nilai pokok/nominal surat berharga. Transaksi BI- SSSS, meliputi antara lain transaksi Operasi Pasar Terbuka (OPT), pemberian Fasilitas Pendanaan dari Bank Indonesia kepada bank umum dan transaksi Surat Berharga Negara (SBN) untuk dan atas nama Pemerintah. Pihak-pihak yang dapat menjadi peserta BI-SSSS adalah:

    • Bank Indonesia
    • Kementerian Keuangan
    • Bank
    • Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
    • Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing
    • Perusahaan Efek
    • Pialang Pasar Modal
    • Lembaga Lain yang disetujui oleh Bank Lain



  3. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
    Jika sistem pembayaran yang bernilai besar merupakan urat nadi sistem pembayaran, sistem pembayaran yang bernilai kecil diibaratkan sebagai jaringan pembuluh darah yang menghubungkan seluruh perekonomian suatu negara. Sistem kliring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar peserta kliring, baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta, yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Transaksi kliring yang dapat dilakukan meliputi:
    1. Transfer debet (Menggunakan cek, bilyet giro, atau warkat debet lainnya)
    2. Transfer Kredit (Mengisi formulir isian yang disediakan oleh Bank) yang kemudian dikirim oleh bank melalui data keuangan elektronik yang disediakan dalam SKNBI

    Untuk transfer kredit, batas nilai nominal yang dapat dikliringkan melalui kliring kredit dalam penyelenggaraan SKNBI maksimal adalah Rp500.000.000,00 Adapun manfaat layanan SKNBI, di antaranya adalah sebagai berikut:

    1. Mendapatkan pelayanan yang cepat, rasa aman dalam bertransaksi dan biaya relatif murah
    2. Mendapat alternatif pelayanan jasa transfer dana yang kompetitif



    Adapun penyelenggara SKNBI dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

    1. Penyelenggara Kliring Nasional (PKN), yaitu Unit Kerja di Kantor Pusat Bank Indonesia yang bertugas mengelola dan menyelenggarakan SKNBI secara nasional.
    2. Penyelenggara Kliring Lokal (PKL), yaitu unit kerja di Bank Indonesia dan Bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia untuk mengelola dan menyelenggarakan SKNBI di suatu wilayah kliring tertentu.


    Setiap bank dapat menjadi peserta dalam penyelenggaraan SKNBI di suatu wilayah kliring, kecuali Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Kantor Bank yang akan menjadi peserta wajib menyediakan perangkat kliring, antara lain meliputi perangkat terminal pusat kliring dan jaringan komunikasi data untuk menjamin kelancaran kepada nasabah dalam bertransaksi.

    Dalam pelaksanaannya, bank wajib mencantumkan biaya kliring, baik biaya yang dikenakan Bank Indonesia kepada bank maupun biaya yang dikenakan bank kepada nasabah, pada lokasi yang dapat dibaca dengan jelas oleh nasabah/masyarakat. Besarnya biaya kliring yang dikenakan bank kepada nasabah/masyarakat sesuai ketentuan masing- masing bank.

Tags:

Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)